Berita

KOMPAS.com – Kebutuhan farmasi dan alat kesehatan (alkes) di Indonesia selama ini masih banyak bergantung pada impor. Sebenarnya, bagaimana potensi industri farmasi dan alkes dalam negeri? Terkait hal ini, Pemerintah menggelar Business Matching Tahap III sebagai upaya terus meningkatkan pemanfaatan produk dalam negeri, khususnya dari pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Penyelenggaraan kali ini menjadi kelanjutan dari tahap I dan II yang sukses meraup komitmen belanja pemerintah, pusat, daerah serta Badan Usaha Milik Negara (BUMN), triliunan rupiah.

Belajar dari pandemi Covid-19 yang melanda dunia, ajang ini secara khusus menjadi upaya pemerintah memastikan rantai pasok alkes produksi dalam negeri bisa meningkat signifikan, sehingga tidak tergantung dari alkes impor. Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Kunta Wibawa Dasa Nugraha, berharap kegiatan Business Matching kali ini dapat menghasilkan beberapa solusi. Solusi tersebut dapat berupa kebijakan maupun langkah-langkah strategis guna mendukung rantai pasok produk secara efisien dan efektif untuk peningkatan penggunaan produk dalam negeri, khususnya alkes. "Jadi tidak hanya dari sisi demand, tapi dari sisi lainnya harus kita perkuat," kata Kunta Wibawa Dasa Nugraha pada acara Business Matching Tahap III di Jakarta Convention Center, Senin (30/5/2022).

Upaya memacu industri farmasi dan alkes Tanah Air Khusus di bidang kesehatan, Kunta Wibawa mengakui bahwa rantai pasok untuk produk alkes dan farmasi dalam negeri perlu ditingkatkan. Upaya itu dilakukan tidak hanya pada perbaikan cara packaging (kemasan), untuk bersaing. Namun secara gradual, Kemenkes mendorong produk dalam negeri dapat menuju ke hulu. Salah satu caranya adalah mendukung peningkatan ketersediaan bahan baku lokal yang berintegrasi bagi industri farmasi dan alat kesehatan nasional. "Jadi dari hulu sampai hilir harus kita perkuat," ujar Kunta Wibawa.

Produk fitofarmaka jadi andalan Tersusunnya formularium fitofarmaka, dikatakan Kunta menjadi komitmen lain dari Pemerintah melalui Kemenkes untuk mewujudkan ketahanan dan kemandirian kesehatan nasional di bidang farmasi. Pasalnya, bahan baku alami obat-obatan banyak tersedia di Indonesia. Pengembangan fitofarmaka didasarkan atas ketersediaan bahan baku alam yang banyak diversitasnya di Indonesia. Fitofarmaka merupakan obat tradisional dari bahan alami yang pembuatannya terstandarkan dan memenuhi kriteria ilmiah. Fitofarmaka tergolong ke dalam obat tradisional seperti jamu dan obat herbal terstandar. Keamanan dan khasiat fitofarmaka dibuktikan secara ilmiah melalui uji praklinik dan uji klinik. Bahan baku dan produknya juga telah distandardisasi. "Produk fitofarmaka adalah produk berbasis bahan alam yang telah teruji klinis dan terstandarisasi," terang dia.

Produk tersebut menjadi satu kelebihan Indonesia karena merupakan inovasi yang dijalankan industri farmasi nasional untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dalam upaya pelayanan preventif dan promotif kesehatan. "Dengan kondisi pandemi Covid-19 yang belum berakhir dan perekonomian global yang masih dipenuhi ketidakpastian, Pemerintah perlu terus mengupayakan akselerasi pembelian determinasi nasional, peningkatan pemanfaatan produk dalam negeri yang disertai dengan penguatan peran sektor UMKM harus terus diupayakan secara maksimal,” ujar Kunta.

Share:
Komentar (0)

There are no comments yet

Tinggalkan komentar di sini!