Berita

Hadi Kardoko

Dirut Phapros Tbk

Industri farmasi sedang menghadapi kondisi moderate raised di mana permintaan produk-produk farmasi yang berkaitan dengan penanganan Covid-19 meningkat, di sisi lain permintaan produk yang tidak berkaita Lebih dari 90% bahan baku industri farmasi nasional masih bergantung pada produk impor. Namun, saat ini pemerintah melalui Kementerian Kesehatan dan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus mendorong terwujudnya kemandirian dan peningkatan daya saing industri farmasi dalam negeri.

Hal ini sejalan dengan Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 6 tahun 2016 tentang Percepatan Pengembangan Industri Farmasi dan Alat Kesehatan. Untuk mendukung kemandirian tersebut pula, Kemenperin menerbitkan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 16 Tahun 2020 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penghitungan Nilai Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) Produk Farmasi.

Penerapan TKDN bagi industri farmasi juga dipandang sebagai upaya memacu serta merangsang pelaku industri untuk membangun industri bahan baku obat (Active Pharmaceuticals Ingredients) di dalam negeri.

Di era pandemi Covid-19 ini industri farmasi juga mengalami dampaknya. Bahan baku farmasi nasional sebagian besar diimpor, baik dari China maupun India. Alhasil, saat pandemi melanda dunia dan mengakibatkan kedua negara pemasok bahan baku tersebut harus menutup aksesnya (lockdown), pasokan bahan baku farmasi nasional terhambat. Kondisi ini tentu mengganggu proses bisnis perusahaan farmasi.

Dengan adanya kendala tersebut, industri farmasi nasional mulai mempertimbangkan untuk mendiversifikasi rantai pasok bahan baku. Artinya, tak hanya bergantung dari China dan India tetapi impor juga dari negara lain. Selain itu, tidak semua industri farmasi nasional memiliki portofolio produk yang beragam.

Beberapa di antaranya khusus memproduksi obat-obatan untuk penyakit kronis, sehingga ketika wabah ini melanda penjuru negeri, yang mampu bertahan di tengah gangguan pasar akibat wabah Covid-19 adalah perusahaan farmasi yang memiliki portofolio terdiversifikasi.

Perusahaan seperti ini biasanya tidak bergantung pada produksi obat-obatan tertentu yang digunakan untuk penyakit langka atau penyakit nonkritis. Hal ini sangat penting karena layanan kesehatan tertentu seperti layanan dokter gigi hampir seluruhnya dihentikan selama pandemi. Jumlah pasien yang berkunjung ke rumah sakit dan menerima perawatan untuk penyakit kronis (yang tidak terkait Covid-19) selama pandemi ini pun turun signifikan.

Perusahaan farmasi yang memiliki produk terkait pandemi Covid-19, baik dalam bentuk produk promotif, preventif, dan kuratif mampu bertahan dan terus tumbuh. Bentuk promotif bisa berupa multivitamin, kuratif sesuai regimen terapi Covid-19 secara nasional serta preventif misalnya vaksin.

Sejak pertengahan tahun ini, pemerintah melalui Kementerian BUMN juga telah melakukan uji coba Fase 3 calon vaksin Covid-19 melalui PT Biofarma (Persero) dan sejauh ini berjalan lancar, tidak ada efek samping yang signifikan. Diharapkan, awal 2021 vaksin ini lolos uji coba dan bisa segera diproduksi secara massal.

Industri farmasi sedang menghadapi kondisi moderate raised di mana permintaan produk-produk farmasi yang berkaitan dengan penanganan Covid-19 mengalami peningkatan signifikan, tetapi di sisi lain permintaan produk yang tidak berkaitan langsung dengan Covid-19, tidak mengalami pertumbuhan atau mengalami penurunan.

Persoalannya jumlah pasien penyakit kronis yang berkunjung ke rumah sakit turun signifikan dan pelayanan dokter gigi juga sempat ditutup sementara waktu, sehingga beberapa produk yang tidak berkaitan langsung dengan Covid-19 tumbuh melambat.

Namun, dalam hal ini kami tetap optimistis akan tetap tumbuh hingga akhir 2020 mengingat saat ini aturan PSBB sudah dilonggarkan, dan beberapa layanan dokter gigi juga sudah aktif kembali sehingga dapat menstimulasi pertumbuhan kinerja di sektor obat–obatan yang tidak terkait dengan Covid-19.

Secara langsung beberapa produk kami juga mengalami dampak akibat wabah Covid-19 seperti Antimo yang identik dengan traveling, cukup tertekan di sepanjang 2020. Begitu juga dengan produk etikal/resep, khususnya yang diindikasikan bagi penyakit yang tidak berhubungan dengan Covid-19, karena jumlah dokter atau dokter gigi yang praktek dan jumlah kunjungan pasien non Covid-19 ke rumah sakit menurun tajam.

Di sisi lain produk multivitamin tumbuh signifikan. Namun, yang terpenting adalah bahwa dibutuhkan strategi baru untuk mencapai target di akhir tahun dan tetap tumbuh bagi setiap industri farmasi. Dalam hal ini kami mengoptimalisasi semua saluran yang bisa digunakan dalam rangka meningkatkan pertumbuhan kinerja di tengah pandemi.

Salah satunya adalah sinergi dengan induk perusahaan yaitu PT Kimia Farma Tbk. Apotek Kimia Farma yang luas dan tersebar di seluruh Indonesia dapat dimanfaatkan untuk mendongkrak kinerja. Juga pengembangan produk-produk terkait Covid-19, baik produk promotif, preventif, dan kuratif untuk mengisi pipeline produk.

Industri farmasi juga harus mengubah strategi pemasaran, di antaranya dengan optimalisasi digital, khususnya untuk produk obat bebas. Adanya pandemi Covid-19 merupakan salah atu pendorong revolusi industri farmasi nasional, sehingga diharapkan dukungan semua pihak untuk bisa memajukan industri farmasi dalam negeri demi mencapai ketahanan nasional.n langsung dengan Covid-19 mengalami penurunan.

Share:
Komentar (0)

There are no comments yet

Tinggalkan komentar di sini!