Jakarta - Kepala BPOM Taruna Ikrar memberikan sambutan pada kegiatan International Pharmaceutical Manufacturers Group (IPMG) Stakeholders Forum 2024 pada Kamis (12/12/2024). Forum ini diadakan dengan tujuan menyatukan berbagai perspektif dari para pemangku kebijakan, tenaga kesehatan, industri, dan asosiasi tentang misi bersama untuk memberikan akses masyarakat kepada inovasi medis dan meningkatkan health outcome.
Industri farmasi di Indonesia telah mengalami perkembangan yang signifikan. “Sebagai sebuah industri, kami telah menjadi bagian dari sistem Jaminan Kesehatan Nasional,” ujar Ketua IPMG Ait-Allah Mejri. Ia menjelaskan bahwa pada tahun 2014, BPJS Kesehatan menjadi tonggak penting dalam kebijakan kesehatan publik. Hingga 10 tahun kemudian, layanan tersebut telah berhasil memperluas cakupan layanan kesehatan bagi lebih dari 280 juta orang.
Dalam sistem jaminan kesehatan tersebut, industri farmasi punya peran penting dalam memajukan kesehatan masyarakat. “Kami mendukung transformasi ambisius pemerintah Indonesia yang menetapkan landasan kuat untuk kemajuan berkelanjutan dan berorientasi pada kemudahan akses dan kesetaraan,” lanjut Ait-Allah Mejri. Ait-Allah Mejri menjelaskan anggota IPMG ingin menjadi bagian dari solusi bagi permasalahan kesehatan di Indonesia. Ia mengingatkan bahwa pemangku kebijakan dan industri farmasi memiliki tantangan, yaitu masih sedikitnya obat baru yang tersedia di Indonesia.
Terlepas dari adanya tantangan yang masih perlu diantisipasi, IPMG mengapresiasi pemerintah Indonesia yang berkomitmen memajukan industri dalam negeri. IPMG meyakini bahwa otonomi dalam pengembangan obat di Indonesia merupakan cerminan ketahanan industri dalam negeri dan bukan sebagai bentuk isolasi. Mereka berharap agar obat yang dikembangkan dalam negeri dapat melengkapi obat inovatif dan memastikan setiap pasien memiliki akses pada perawatan terbaik.
“Kami sepenuhnya mendukung Indonesia untuk meningkatkan kemandirian farmasi dengan memproduksi secara lokal. Salah satunya, IPMG telah menerapkan penetapan harga yang berbeda secara internasional, yang adaptif terhadap kondisi setiap negara, termasuk Indonesia,” ucap Ait-Allah Mejri lagi.
Pada kesempatan tersebut, Kepala BPOM Taruna Ikrar menyampaikan komitmennya untuk mempercepat registrasi sebagai langkah mendorong industri farmasi berinovasi. “Dalam kepemimpinan saya, Presiden meminta beragam inovasi, salah satunya meminta bagaimana membuat lebih cepat registrasi dan sertifikasi,” ujar Taruna Ikrar.
Taruna Ikrar menjelaskan bahwa untuk mengupayakan percepatan proses registrasi obat, BPOM akan menambah jumlah anggota Komite Nasional Penilai Obat yang awalnya hanya 12 orang. Jumlah tersebut tidak sebanding dengan banyaknya permohonan nomor izin edar yang diterima BPOM tiap bulannya. Penambahan anggota Komite Nasional Penilai Obat juga bertujuan membantu para pakar yang tergabung dalam tim agar bisa menilai beragam produk obat sesuai kepakaran masing-masing.
Taruna Ikrar menegaskan bahwa BPOM akan menjadi jembatan antara universitas dan industri untuk memunculkan inovasi baru dalam pengembangan obat. Saat ini, BPOM telah berkolaborasi dengan 53 universitas dalam pengembangan riset dan edukasi terkait obat dan makanan.
“Para ilmuwan dan para dosen terbiasa untuk mencari novelty dalam penelitian dan membuat mereka berpikir out of the box, sedangkan industri perlu menempuh waktu yang lama dalam research and development (RnD) dari uji klinis hingga mendapatkan izin edar. Situasi tersebut mendorong BPOM berencana untuk menjadi jembatan yang menghubungkan antara universitas dan industri supaya tercipta produk obat baru yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat,” urai Taruna Ikrar.
BPOM juga akan melakukan diplomasi untuk mempermudah masuknya obat inovatif ke dalam negeri. Menurut Taruna, komunikasi dengan regulator obat negara lain menjadi salah satu cara untuk menyelesaikan keterbatasan akses pada obat inovatif di dalam negeri.
“BPOM telah berkomunikasi dengan US FDA melalui fasilitasi Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta untuk mendorong masuknya beragam obat inovatif yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia. Untuk meningkatkan akses komunikasi di tingkat global, saya berharap BPOM bisa naik kelas dalam level of maturity menjadi level 4 dan menjadi WHO Listed Authority tahun depan,” tutur Taruna Ikrar lebih lanjut.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin yang turut hadir di pertemuan tersebut ikut menekankan pentingnya akses ketersediaan obat inovatif melalui perkuatan kerja sama antarnegara. Ia menyebut bahwa akses berarti sebuah negara bisa menyediakan produk obat yang berkualitas dan harga terjangkau. Dengan pengalaman pandemi COVID-19, setiap negara meskipun punya anggaran yang cukup, tapi tidak semua negara dapat mengakses vaksin.
“Akses artinya ketahanan, harus dimiliki sebuah negara dalam menjaga kesehatan masyarakatnya, bukan nasionalisme,” Budi Gunadi Sadikin, Menteri Kesehatan. Karena itu, kami mengajak siapa saja industri farmasi yang bisa mengembangkan obat inovatif, mereka akan mendapatkan prioritas pemerintah. Pemerintah juga berkomitmen untuk menjalin kerja sama dengan pemerintah India dan China untuk masuk ke Indonesia dan berkolaborasi dalam pengembangan obat inovatif dalam negeri,” tukasnya. (HM-Khairul)
Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat
Komentar (0)
There are no comments yet