Berita

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri farmasi nasional masih ketergantungan impor bahan baku.

Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil (IKFT) Kementerian Perindustrian Reni Yanita mengatakan, lebih dari 90% bahan baku yang digunakan industri farmasi nasional masih harus diimpor, terutama dari China, India dan Amerika Serikat (AS). Sebanyak 45% barang impor tersebut dibeli dari China. Sementara itu, dua negara pemasok bahan baku obat lainnya adalah India sebanyak 27% dan AS 8%. "Pohon industri farmasi nasional masih memiliki kedalaman struktur yang sangat dangkal. Terutama dari sisi industri kimia dasar (petrokimia) sebagai bahan awal pembuat intermediate," kata Reni dalam rapat dengan Komisi VII DPR di Jakarta, Selasa (9/7).

Untuk itu, kemenperin mencoba melakukan pengembangan dan pengadaan bahan intermediate dari industri kimia dasar atau petrokimia maupun obat berbasis alam atau bahasa medisnya fitofarmaka untuk meningkatkan daya saing industri lokal di pasar dalam negeri maupun global. "Juga melakukan sosialisasi insentif seperti tax holiday tax allaowence, dan super deduction tax, pengusulan BMDTP untuk bahan baku obat (BBO) yang belum bisa diproduksi lokal dan penghapusan PPN bagi produk yang menggunakan BBO lokal," sambungnya.

Tantangan lainnya, industri farmasi masih berbasis formulasi. Jadi mayoritas industri Farmasi nasional baik PMDN maupun PMA fokus formulasi produk produk obat copy (off-potent). Kemudian masih diperlukannya impor untuk beberapa produk yang masih dalam masa paten, biologi dan obat dosis yang spesifik dan teknologi yang tinggi seperti aerosol inhaler atau pen insulin.

Mengatasi masalah formulasi, kata Reni, Kemenperin berusaha mendorong kepastian pasar dengan peningkatan penggunaan produk dalam negeri. Terutama untuk pengadaan barang dan jasa pemerintah untuk menarik investasi PDMN dan PMA industri farmasi nasional.

Share:
Komentar (0)

There are no comments yet

Tinggalkan komentar di sini!