Jakarta – BPOM mengadakan Kick Off Pemenuhan Mutu Registrasi Ulang Obat Generik, Senin (21/10/2024). Kegiatan ini merupakan forum dialog dan konsultasi secara langsung antara industri farmasi dengan BPOM untuk mempercepat proses registrasi obat. Tujuan utamanya adalah meningkatkan akses dan ketersediaan obat yang aman, berkhasiat, dan bermutu bagi masyarakat. Sebanyak 77 industri farmasi berpartisipasi dalam forum ini.
BPOM menerima laporan dari Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia (GPFI) bahwa 1.397 nomor izin edar (NIE) telah habis masa berlakunya. Dari jumlah tersebut, 65% masa berlaku NIE habis, 31% NIE masih berlaku, dan 4% bukan obat generik. Dari NIE yang habis pada tahun 2021–2024, sebanyak 915 NIE teridentifikasi merupakan produk yang digunakan pada Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)/e-katalog (15%) dan produk non e-katalog (85%).
Forum dialog ini merupakan langkah awal untuk memastikan percepatan registrasi obat dalam program JKN. Berdasarkan Formularium Nasional, 83% obat dalam program JKN adalah obat generik. Berdasarkan data cekbpom.pom.go.id dalam 5 tahun terakhir, dari 20.565 obat yang terdaftar di Indonesia, 87,38% merupakan obat generik, sementara sisanya 12,6% adalah obat inovasi dan produk biologi. Hal ini menunjukkan tingginya kebutuhan nasional terhadap obat generik.
Deputi Bidang Pengawasan Obat, Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan Zat Adiktif, Rita Endang, menyatakan harapannya agar kegiatan ini menghasilkan tindak lanjut konkret dalam pemenuhan standar mutu oleh industri farmasi. “Sehingga mempercepat proses bisnis, khususnya obat generik, dalam rangka menyediakan obat yang aman, berkhasiat, dan bermutu,” ujarnya.
Kegiatan ini juga bertujuan mendorong industri farmasi dalam memenuhi regulasi dan standar mutu obat serta bahan obat melalui pelaksanaan ketentuan Farmakope Indonesia VI dan suplemennya. Kick Off hari ini menandakan langkah nyata industri farmasi dalam memenuhi dokumen mutu lengkap untuk mendukung percepatan proses registrasi. Industri farmasi harus menjamin produk yang dihasilkan memenuhi standar mutu serta memantau keamanan, khasiat, dan mutu obat sesuai dokumen registrasi yang disetujui.
Hal ini telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 tahun 2023 tentang Kesehatan dan Peraturan Pemerintah RI Nomor 28 tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Lebih lanjut juga tercantum dalam Pasal 61 Peraturan Kepala BPOM Nomor 24 tahun 2017 tentang Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Obat. Dalam peraturan disebutkan bahwa pemilik izin edar obat wajib melakukan pemantauan keamanan, khasiat, dan mutu obat selama obat diedarkan dan melaporkan hasilnya kepada Kepala BPOM.
Wakil Ketua Bidang Industri GPFI Hery Sutanto mengapresiasi BPOM atas terselenggaranya forum ini. Ia menyatakan bahwa masukan dari GPFI didengar dan ditindaklanjuti oleh BPOM. “Hampir semua pimpinan daerah GPFI di provinsi sangat senang, termasuk Jawa Tengah, Sumatera Utara, dan DKI Jakarta. Mereka mengapresiasi upaya desk konsultasi percepatan yang memungkinkan interaksi langsung dengan waktu yang intensif,” ungkapnya.
BPOM merencanakan penyelesaian percepatan registrasi dalam tiga tahap: tahap 1 (Oktober 2024) untuk 315 NIE, tahap 2 (November 2024) untuk 300 NIE, dan tahap 3 (Desember 2024) untuk 300 NIE. Tindak lanjutnya adalah intensifikasi proses registrasi ulang melalui desk konsultasi produk prioritas yang diadakan di akhir forum dialog.
Kepala BPOM Taruna Ikrar menekankan komitmen BPOM dalam mewujudkan kemandirian farmasi nasional. “Intinya, BPOM berkomitmen untuk melakukan reformasi regulasi, untuk proses bagaimana kemampuan farmasi di dalam negeri bisa mandiri, bisa menjadi tuan rumah di negeri sendiri, dan bahkan bisa merajai dunia. Dan saya yakin itu bisa tercapai,” tutup Taruna Ikrar. (HM-Hendriq)
Komentar (0)
There are no comments yet