Medan – BPOM menyelenggarakan forum Intensifikasi Asistensi Regulatori Obat Tingkatkan Kemandirian dan Akses Obat Aman, Bermutu, dan Berkhasiat di Medan, Kamis--Jumat, 3--4 Oktober 2024. Kepala BPOM RI Taruna Ikrar membuka secara langsung kegiatan yang dihadiri oleh asosiasi dan industri farmasi, asosiasi profesi, serta lintas sektor terkait di daerah. Penguatan kemandirian industri farmasi dalam negeri melalui asistensi ini sangat penting untuk mengakselerasi akses obat.
Taruna Ikrar menegaskan komitmen BPOM untuk terus meningkatkan efektivitas dan efisiensi pengawasan demi mendorong percepatan akses masyarakat terhadap obat-obatan yang aman, berkhasiat, dan bermutu. “Dengan asistensi regulatori yang intensif, industri farmasi di Indonesia dapat berkembang lebih baik dan mampu bersaing di tingkat global. Hal ini merupakan upaya bersama untuk menyediakan obat-obatan bermutu bagi seluruh masyarakat,” jelasnya.
Sejalan dengan itu, pihaknya juga mengedepankan percepatan perizinan dan sertifikasi dengan tetap memperhatikan standar keamanan dan mutu obat. Proses ini dapat mempercepat penyediaan obat yang aman, berkhasiat, dan bermutu di seluruh wilayah Indonesia. “Sangat jelas aturannya, pengawasan obat ketat, apalagi obat spesifik memiliki parameter yang tegas. Kami tegaskan bahwa keamanan, khasiat, dan mutu obat adalah hal yang tidak dapat dikompromikan,” tegasnya.
Karena itu, BPOM memberikan asistensi regulatori secara intens kepada industri farmasi. Mulai dari penelitian obat di laboratorium, uji praklinik pada hewan, uji klinik pada manusia, hingga proses perizinan, registrasi, dan sertifikasi standar produksi obat. Tentunya semua tahapan harus sesuai standar dan pedoman yang berlaku secara nasional maupun internasional.
Saat ini, BPOM terus melakukan reformasi regulasi untuk memberikan kemudahan berusaha. “Kita terus berpikir inovatif untuk membantu industri farmasi tumbuh, tapi tetap bagaimana melindungi rakyat kita. Pembenahan tanpa mengesampingkan mutu dan efikasi obat. Kami sangat menyayangi industri farmasi. Bukan hanya untuk jadi tuan rumah di negeri sendiri, tapi mampu bersaing di tataran global untuk menopang kemajuan negeri,” ucapnya optimis.
Untuk itu, kolaborasi pengawasan menjadi kunci keberhasilan mewujudkan kemandirian industri farmasi. BPOM tidak bisa bekerja sendiri dalam melakukan pengawasan obat. “Ini tugas BPOM, tapi kita tidak bisa berdiri sendiri. Ada 3 pilar, industri farmasi sangat penting. Tanpa keterlibatan industri farmasi, kami tidak berdaya,” ungkapnya.
Pilar pertama, pelaku usaha sebagai pemegang izin edar bertanggung jawab penuh dalam menjamin produk obat yang dihasilkan agar selalu memenuhi persyaratan keamanan, khasiat, dan mutu. Pelaku usaha juga berkewajiban melakukan edukasi kepada masyarakat.
Kemudian pilar kedua, pemerintah sebagai regulator yang menetapkan regulasi dan standar. Pemerintah melakukan pengawasan sebelum produk beredar maupun selama produk beredar, melakukan pembinaan dan pendampingan, fasilitasi kemudahan berusaha, serta memberikan edukasi kepada masyarakat.
Pilar ketiga, masyarakat sebagai konsumen dapat ikut serta dalam pengawasan produk yang beredar. Melalui survei pemanfaatan e-Labelling dan kegiatan regulasi lainnya, BPOM berharap dapat meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam proses pengawasan obat yang lebih efektif sehingga diharapkan menjadi konsumen yang cerdas dalam mengonsumsi obat dan makanan.
Pada kesempatan ini, Kepala BPOM menyerahkan nomor izin edar (NIE), sertifikat Cara Produksi Obat yang Baik (CPOB), dan sertifikat Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB). Sebanyak 11 produsen obat memperoleh NIE, 6 industri mendapat sertifikat CPOB, dan 4 industri mendapat sertifikat CDOB. Salah satu penerima CPOB adalah Lembaga Farmasi TNI Angkatan Darat yang telah berhasil memproduksi obat-obatan untuk kebutuhan peningkatan pelayanan kesehatan prajurit TNI dan keluarganya.
BPOM terus mengajak industri farmasi mematuhi regulasi. Kepala BPOM bersama perwakilan asosiasi industri farmasi menandatangani penggalangan komitmen bersama pemenuhan mutu obat dan bahan obat sesuai standar pre-post market. Penandatanganan ini menandai komitmen manajemen puncak yang sangat penting agar industri farmasi dalam negeri dapat tumbuh berkembang.
Selain itu, dilakukan juga edukasi dan survei pemanfaatan e-Labelling, strategi percepatan evaluasi dan pemenuhan mutu melalui kajian risiko sesuai standar. Kemudian industri farmasi bisa mengikuti desk corrective action preventive action (CAPA) inspeksi rutin CPOB dan desk pra-sertifikasi CPOB, serta bimbingan teknis CDOB. “Salah satu yang terbaru adalah penggunaan e-labelling barcode sebagai upaya BPOM memproteksi produk dari pemalsuan yang dapat mengurangi reputasi produk,” imbuh Taruna Ikrar.
Melalui kegiatan ini, diharapkan seluruh proses perizinan dan sertifikasi berjalan lancar, efisien, serta memenuhi standar dan persyaratan yang berlaku. Kerja sama yang solid dan sinergi yang baik dengan seluruh pemangku kepentingan menjadi kunci bagi kita untuk mewujudkan sistem pengawasan obat yang lebih kuat dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat. (HM-Fathan)
Komentar (0)
There are no comments yet