Berita

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia (GPFI) buka suara tentang harga obat mahal di dalam negeri. Elfiano Rizaldi, Direktur Eksekutif GPFI mengatakan obat yang dijual dengan harga mahal adalah obat non generik. Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta adanya kebijakan penurunan harga alat kesehatan (alkes) dan obat-obatan yang dinilai mahal bahkan dari negara tetangga Malaysia.

Direktur Eksekutif Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia (GPFI), Elfiano Rizaldi mengatakan bahwa Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin telah meluruskan bahwa obat yang mahal tersebut adalah obat non generik. Sementara untuk obat generik lebih murah dari negara tetangga. “Obat generik yang murah itu sudah diproduksi oleh anggota GPFI, jadi pabrik farmasi dalam negeri sudah memproduksi obat-obat generik yang sangat murah,” ujarnya kepada Kontan.co.id, Rabu (9/7).

Elfiano menjelaskan, 80% - 90% obat generik produksi dalam negeri digunakan oleh masyarakat Indonesia saat berobat menggunakan BPJS Kesehatan baik di rumah sakit negeri maupun swasta. “Kalau obat non generik hampir diproduksi oleh perusahaan-perusahaan multinasional company, perusahaan asing,” jelasnya. Dia bilang, rata-rata masyarakat yang menggunakan obat non generik ini adalah mereka yang berobat dengan kocek pribadi maupun dengan asuransi swasta, bukan dengan kartu BPJS Kesehatan. Pasalnya, bila menggunakan BPJS Kesehatan tentunya semua biaya telah ditanggung dari iuran yang dibayarkan tiap bulannya. “Setelah adanya BPJS tahun 2014 masyarakat yang menggunakan BPJS tidak ada yang menyatakan obatnya mahal, karena gratis. Jadi yang mengatakan obat mahal ini masyarakat yang mana, pasti yang mengeluarkan duit sendiri,” ungkap dia.

Share:
Komentar (0)

There are no comments yet

Tinggalkan komentar di sini!